Saturday, September 15, 2018

Pantas kah aku ke baitullah?

Hari itu bapak dan ibu saya memberitahu bahwa beliau berdua akan berangkat umroh, orang tua saya telah menyetor uang muka pada agen perjalanan umroh, rencana mereka akan berangkat bulan april 2017. Mendengar kabar itu, entah kenapa hati saya tidak sepenuhnya bahagia, aneh memang, ada sedikit kecewa karena mimpi sy membersamai kedua orang tua saya pergi ke tanah suci mungkin akan kandas, negatif sekali memang pikiran saya ini. Hingga bulan maret 2017 agen perjalanan umroh memberi tahu kedua orangtua saya bahwa karena satu dan lain hal perjalan umroh mereka diundur ke bulan Januari 2018. Mendengar kabar itu saya seperti melihat setidaknya titik terang, barangkali saya dapat membersamai mereka?! Pikir saya kala itu, saya lalu melihat saldo tabungan saya, tidak banyak, jika saya benar-benar ingin menggunakan tabungan saya untuk umroh maka bisa dibilang  saya akan menguras tabungan saya, saya tahu itu dan saya tidak peduli. Agak nekat dan terkesan 'belagu' kalau bapak saya bilang, karena sebagai manusia dewasa bahkan saya belum memiliki aset apapun yang bisa dibanggakan, lagi-lagi saya tidak peduli. Jujur saja bulan itu saya merasa banyak yang salah dari diri saya, semacam down yang tidak beralasan, merasa berdosa karena sempat merutuki nasib yang saya alami, saya ingin saya kembali tenang, di masa-masa itulah sy sering membaca sejarah Rosulullah, bagaimana bisa saya meresa tidak dicintai pada saat itu? Sedangkan Rosulullah begitu mencintai umatnya, seperti rindu sekali, perasaan itu kian lama kian jelas, saya juga melihat kesehatan ibu saya yang belakangan tidak terlalu baik, saya ingin bisa menemani beliau. Kurang lebih satu minggu lamanya saya didera ketidak yakinan, lebih kepada karena saya akan 'bangkrut' hahaha kocak memang, dan bismillah saya hanya mengambil sebagian tabungan saya, tidak saya kuras habis, saya sisakan sedikit, tentu masih kurang dan yang saya lakukan adalah akan saya ambil dari 9 bulan lagi waktu yang saya punya, saya harus nabung 'banget', menahan diri saya untuk lebih 'irit' dari biasanya, saya hanya guru dengan penghasilan rendah (tp insyaallah berkah), saya ingin merasakan perjuangan saya setelah niat berangkat ini, saya ingin sekali merasakan sensasinya, mungkin saya tidak sehebat anak-anak lain di luar sana yang dengan keren dapat memberangkatkan umroh kedua orang tua mereka, tapi setidaknya semoga Allah memampukan saya untuk membersamai kedua orang tua saya.

Kenyataannya rencana tidak selalu sejalan dengan kenyataan, sistem gaji yg saya peroleh dari tempat saya mengajar itu di hitung berdasarkan banyaknya anak didik yang saya ajar, dan ternyata jumlah anak didik saya merosot setelah hari kelulusan, saya cukup cemas, dapatkah saya mengatasi ini? Bagaimana bila saya tidak berhasil mengumpulkan uang? Tidak, saya buang jauh prasangka itu, mencoba menikmatinya, saya insyaallah bisa mensiasatinya, barangkali ini salah satu tantangannya, barangkali Allah ingin melihat kebulatan tekad saya.

Saya memilih untuk tetap semangat mengajar seperti biasanya, mensyukuri setiap hal yang saya peroleh, dan sampai saya benar-benar mendaftarkan diri sebagai salah satu calon jamaah umroh saya sama sekali tidak berani bilang pada orang lain selain orang rumah, saya terlalu parno dengan maraknya pemberitaan yang memberitakan gagalnya jamaah umroh berangkat ke tanah suci karena kasus penipuan, bukan karena saya tidak yakin pada agen pemberangkatan umroh yang saya pilih, saya yakin Pak Yakub CEO Azwar Karya Wisata adalah orang yang amanah, bapak saya mengenal keluarga beliau dengan baik, banyaknya dosalah yang membuat saya takut, takut Allah tidak mengijinkan, maka saya selalu memohon pada Allah agar menjadi salah satu dari banyaknya orang2 yg beruntung diizinkan menjalankan ibadah umroh ke tanah suci Mekah.

Bulan berganti bulan, saya akhirnya dapat melunasi biaya umroh dari hasil keringat saya sendiri, ada kepuasan bathin, tapi ada hal yg luput dari perhitungan saya, saya bukan cuma perlu 'ongkos' saya jugan perlu bekal selama umroh, saya bahkan hanya memiliki satu gamis putih lawas bekas saya mengikuti manasik haji di tempat mengajar saya yang lama, saya juga perlu melengkapi hal-hal yang saya butuhkan selama umroh, saya optimis, dengan izin Allah saya pasti berhasil juga mencari bekal dan membeli perlengkapan umroh. Mepet memang, saya baru pergi ke sebuah toko untuk mencari perlengkapan umroh satu bulan sebelum berangkat, dan menukar beberapa rupiah saya ke mata uang saudi arabia. Saya benar-benar bersyukur dapat melalui itu semua.

Satu bulan menjelang keberangkatan saya mulai memberitahu sahabat terdekat saya, meminta doa, mengurus cuti di tempat saya mengajar. Cerita-cerita 'pembalasan' dosa yang terjadi pada jamaah saat berada di tanah suci Mekah hilir mudik di telinga saya, tapi saya tidak merasa takut, bukan karena saya merasa suci, tak berdosa, bukan, tapi bilapun pada akhirnya memang ada hal 'kurang baik" menimpa (smg tidak) bila itu membuat kita merasakan hikmah, merasa Allah hadir lebih dekat, bukankah lebih baik? Daripada tidak merasakan apapun, hambar tak bermakna. Biarbegitu saya tetap memohon pada Allah agar meridhoi saya dan orangtua saya, memberi hikmah dengan cara-cara halus agar saya dapat mengerti.
.
Setelah yakin, maka yang saya lakukan kemudian adalah berdoa, sebanyak mungkin melakukan kebaikan yg bisa sy lakukan, meminta doa dari orang-orang terdekat. Bismillah...